Jumat, 11 Oktober 2013

Akhir Dari Drama Ruhut Sitompul

Akhir dari Drama Ruhut Sitompul

 Akhir dari Drama Ruhut Sitompul

Ruhut Sitompul, seorang pengacara. Namun namanya lebih terkenal dengan sapaan Poltak berkat satu sinetron.
Belakangan, dia sungguh sering muncul dalam pemberitaan lewat komentar tajam baik terkait mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Susilo Bambang Yudhoyono, maupun kontroversi penolakannya sebagai calon Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum.
Dan drama proses pencalonan Ruhut mengalami titik klimaks, Senin (7/10). Komisi III menetapkan Ketua Komisi dalam rapat pleno yang dipimpin Wakil ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Ruhut datang ditemani Diana Lovita, istrinya yang dinikahi tahun 2008. Awalnya, Diana menunggu di ruang sekretariat Komisi III DPR.
Sementara Ruhut yang mengenakan batik warna cokelat duduk di tempat favoritnya sebelah Ketua Kelopok Fraksi (Kapoksi) Demokrat Eddy Ramli Sitanggang. Raut wajahnya tegang.
Priyo membuka rapat dengan membicarakan penangkapan Ketua MK Akil Mochtar. Ia mengingatkan Akil merupakan produk dari keputusan Komisi III DPR.
"Demikian pula dengan KPK, yang memilih semuanya menyorot kepada ruangan ini. Sebentar lagi pimpinan DPR juga menerima permintaan presiden untuk persetujuan mengenai Kapolri diajukan satu nama, Sutarman," kata Priyo yang didampingi Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika.
Priyo, politisi Partai Golkar, mengingatkan pentingnya tugas Komisi III. Apalagi presiden berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) mengenai MK pascapenangkapan Ketua MK Akil Mochtar.
"Kalau sampai di meja kami kemungkinan kami memberikan kewenangan Baleg dan dibebankan ke komisi III DPR," tuturnya.
Priyo meminta anggota Komisi III mematuhi tata tertib yang berlaku di mana Ketua Komisi III merupakan hak Fraksi Demokrat.
"Jangan diubah meskipun aturan itu memungkinkan," tutur Priyo sembari menyebut telah dihubungi petinggi-petinggi Partai Demokrat dari pimpinan Fraksi Demokrat hingga Ketua Harian DPP Demokrat Syarief Hassan. Hasilnya, Demokrat masih mengajukan Ruhut Stiompul sebagai calon tunggal.
Priyo belum menyelesaikan pembicaraannya. Ia ingin mengetuk palu untuk persetujuan. Namun, hujan interupsi dari anggota Komisi III DPR langsung berdatangan. Anggota Komisi III DPR asal Gerindra Desmon J Mahesa menyarankan pimpinan rapat meminta pendapat dari fraksi-fraksi.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo meminta pemilihan Ketua Komisi berdasarkan perolehan suara terbanyak (voting) per anggota komisi. Sedangkan Nasir Djamil dari Fraksi PKS meminta penjelasan Priyo mengapa undangan rapat langsung dengan agenda penetapan Ketua Komisi III, bukan pemilihan.
Saat itu Ruhut hanya mengamati interupsi teman-temannya. Dalam hujan interupsi, hanya Fraksi PDIP yang tidak bersuara. Partai oposisi itu tidak mempersoalkan calon yang diajukan Demokrat.
"PDIP sebagai partai oposisi ada apa? Kok PDIP mendukung? Ini mendukung tapi menjerumuskan. Saya enggak ada masalah dengan Ruhut, tapi ada alternatif lain, kalau boleh Pak Salim Mengga," ujar Ahmad Kurdi Moekri, politisi PPP.
Ucapan Moekri langsung ditanggapi Dasrul Jabbar dari Demokrat. Ia juga menegaskan fraksi lain tidak perlu mencampuri urusan komisi dengan hak yang dimiliki Demokrat.
PDIP juga ikut angkat bicara melalui Trimedya Panjaitan. Ia mengatakan fraksi-fraksi telah mendapatkan jatah di komisi dan alat kelengkapan DPR di komisi lain.
"Jadi posisi kami sebagai oposisi, memahami politik, silakan Demokrat. Sikap kami tidak berubah, siapa pun yang diajukan Demokrat kami setujui. Itu etika politik kami," kata Trimedya.
Priyo sebagai pemimpin rapat kemudian meminta semua anggota mendengarkan pandangan Ruhut Sitompul. Politisi Demokrat itu langsung meminta izin agar istrinya ikut hadir dalam ruang rapat Komisi III DPR.
Hal itu mendapat protes dari sejumlah anggota komisi III DPR. Ruhut ingin menjelaskan permasalahan kumpul kebo dengan Anna Rudhiantiana Legawati, perempuan yang mengaku istrinya. Hasil kumpul kebo dengan Anna, lahir nak laki-laki yang beranjak remaja, Christian Husen Sitompul.
Keinginan Ruhut sempat ditolak beberapa anggota komisi III DPR. Menurut mereka, Ruhut lebih baik menjelaskan masalahnya ke Badan Kehormatan DPR. Akhirnya Priyo menyetujui. Diana Lovita pun masuk menemani Ruhut. Ia duduk di kursi anggota Demokrat Harry Witjaksono.
"Tudingan Desmon, Bambang, Nudirman, tegas saya katakan saya baru satu kali menikah. Di era demokrat, boleh cek Diana Lovita, istri pertama saya, dan insya Allah yang terakhir," ujar Ruhut.
Ruhut mengatakan ada pemberitaan tentang Diana merupakan istri kedua. Ia pun protes dengan pemberitaan itu. "Apa kata mertua, saya belum pernah menikah, hubungan saya di luar nikah, saya tidak membantah," ujar Ruhut.
Ruhut mengakui Christian Husen Sitompul sebagai anaknya. Bahkan Ruhut mengklaim Christian diasuh ibundanya. "Dari lahir sampai juara renang, yang membesarkan mama aku, buktinya namanya Christian," ungkapnya.
Ruhut kemudian berbicara tentang pengunduran diri sebagai kandidat ketua komisi. "Saya secara ksataria tidak mau menjadi polemik di komisi yang membesarkan saya. Kawan-kawan saya tidak akan buka aibnya," imbuh sembari mengundurkan diri.
Atas hal itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang memimpin rapat memberikan penghargaan yang tinggi kepada Ruhut.
Saat bersamaan calon ketua komisi III pengganti Ruhut, Pieter Zulkifly memasuki ruang rapat komisi III DPR. Laki-laki berjas ini langsung duduk di sebelah Ruhut. Namun, rapat tetap diakhiri tanpa pemilihan Ketua Komisi III DPR.
Priyo Budi Santoso mempertahankan Ketua Komisi III dijabat Gede Pasek Suardika sampai ada pergantian defnitif.
Fraksi Partai Demokrat DPR RI menunjuk Pieter Zulkifly sebagai calon ketua Komisi III DPR menggantikan Ruhut Sitompul yang mengundurkan diri. "Saya ditugaskan langsung oleh jajaran pimpinan pusat Demokrat," kata Pieter.
Pieter sebelumnya anggota Komisi II DPR membidangi pemerintahan. Dengan pengangkatan sebagai ketua Komisi III DPR, Pieter akan dipindahkan ke Komisi III yang membidangi soal hukum dan keamanan.

Ketua BNN Bergelar Doktor Ilmu Hukum

Sabtu, 12/10/2013 12:00 WIB

Ketua BNN Resmi Bergelar Doktor Ilmu Hukum

Septiana Ledysia - detikNews
Jakarta - Ketua BNN, Komjen Anang Iskandar, dinyatakan lulus ujian disertasi gelar doktor ilmu hukum Universitas Trisakti. Anang mendapat gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan.

"Promo Vendus Anang Iskandar dari jawaban saudara terhadap pertanyaan penguji dan memperhitungkan nilai-nilai hasil ujian saudara dengan ini saudara dinyatakan lulus dengan predikat cum laude dan berhak menyandang gelar doktor," ujar Ketua pengujinya Prof DR Yuswae Zainul Basri.

Hal tersebut dikatakan di ruang sidang di Gedung M Universitas Trisakti di Jalan S Parman, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu (12/10/2013). Untuk mendapatkan gelar doktor, Anang mengambil judul disertasi soal Dekriminalisasi Penyalahguna Narkotika dalam Konstruksi Huku Positif di Indonesia.

Sidang dilaksanakan di Gedung M Universitas Trisakti, Sabtu (12/10). Sidang ketua BNN ini dipenuhi oleh keluarga, para anggota BNN, kepolisian, kompolnas, dan masyarakat umum. Di dalam menyampaikan disertasinya, Anang terlihat tenang dan tegas di depan 5 Profesor Hukum Universitas Trisakti dan 3 dosen penguji.

"Mudah-mudahan saudara terus berkarya dan jangan berhenti untuk pembangunan ilmu hukum pidana," imbuh Profesor Eriyantouw Wahid.

Sektor Riil

Penyebab krisis pangan

Indonesia kekurangan lahan pertanian

Indonesia kekurangan lahan pertanian

chalvin1999.blogspot.com - Lonjakan impor pertanian dan krisis pangan, merupakan dampak dari berkurangnya produksi tani di Tanah Air. Untuk itu, Indonesia harus memperluas lahan pertanian agar ketersedian pangan tercukupi.

"Lahan pertanian semakin berkurang karena digunakan untuk pembangunan, perumahan dan perusahaan. Hal ini menjadi penyebab utama komoditi pertanian semakin langka," ujar Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Pusat, Siswono Yudhohusodo saat melantik kepengurusan HKTI Kendal, Sabtu (28/9/2013).

"Langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah memperluas lahan pertanian," jelasnya.

Dia menuturkan, di belakang masyarakat Indonesia hanya ada sekitar 350 meter per segi lahan pertanian. Padahal, Thailand, di belakang setiap penduduknya ada sekitar 5 ribu meter per segi lahan pertanian.

"Peluang terbuka di wilayah luar Jawa, untuk mengembangkan lahan pertanian agar ketersediaan pangan terpenuhi," tandasnya.

Jumat, 08 Februari 2013

Narkoba

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1 undang-undang tersebut. Yang termasuk jenis narkotika adalah:
  • Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.
  • Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997). Terdapat empat golongan psikotropika menurut undang-undang tersebut, namun setelah diundangkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, maka psikotropika golongan I dan II dimasukkan ke dalam golongan narkotika. Dengan demikian saat ini apabila bicara masalah psikotropika hanya menyangkut psikotropika golongan III dan IV sesuai Undang-Undang No. 5/1997. Zat yang termasuk psikotropika antara lain:
  • Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide) dan sebagainya.
Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistem syaraf pusat, seperti:
• Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether dan sebagainya.

Jumat, 04 Januari 2013

Pernyataan Jenderal Polisi Timur Pradopo tentang kasus proyek simulator mengemudi sebetulnya merupakan kemajuan. Kepala Kepolisian RI ini bersedia diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dialah yang meneken penetapan pemenang tender proyek bermasalah itu. Tapi ucapan Jenderal Timur hanya akan bermakna bila kepolisian juga rela menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada komisi antikorupsi.

Khalayak telanjur mendapat kesan buruk mengenai perilaku kepolisian. Korps ini dianggap pernah menghambat penyidik komisi antikorupsi yang menggeledah kantor Korps Lalu Lintas demi menemukan bukti kasus korupsi itu. Polisi kemudian juga menangani kasus yang sama sehingga menimbulkan dualisme penyidikan. Padahal KPK sudah lebih dulu menetapkan tersangka kasus suap proyek senilai Rp 142 miliar itu. Di antaranya adalah mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Djoko Susilo.

Sikap nekat petinggi kepolisian berlanjut dengan menarik penyidik mereka dari komisi antikorupsi. Manuver ini jelas membuat KPK terganggu. Bahkan, jika penarikan penyidik itu terus-menerus dilakukan oleh kepolisian, tahun depan komisi antikorupsi hanya akan memiliki segelintir penyidik. Publik juga mencatat mangkirnya pejabat polisi yang beberapa kali dipanggil oleh KPK untuk diperiksa.

Tak hanya menyatakan kesiapannya dipanggil oleh KPK, Jenderal Timur semestinya segera menghentikan serangkaian manuver itu. Kepolisian juga mesti merelakan kasus ini ditangani secara penuh oleh komisi antikorupsi. Ini akan memupus kecurigaan bahwa kepolisian berupaya menutup-nutupi keterlibatan para jenderalnya.

Publik tentu kurang percaya kepolisian mampu membongkar tuntas skandal itu. Apalagi Kepala Polri jelas berperan dalam urusan proyek ini, setidaknya mengetahui prosesnya karena ia merupakan pejabat pengguna anggaran. Ini terlihat dalam surat bernomor Kep/193/IV/2011 tertanggal 8 April 2011 yang diteken oleh Jenderal Timur. Isinya berupa penetapan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebagai pemenang lelang proyek simulator.

Sebagai pejabat pengguna anggaran, Kepala Polri memang belum tentu terlibat dalam korupsi proyek tersebut, dan sejauh ini belum muncul pula indikasi ke arah itu. Tapi, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, ia semestinya mengawasi secara ketat sehingga tidak terjadi penyimpangan. Apalagi Jenderal Timur pula yang menentukan pejabat yang menangani langsung lelang proyek itu.

Penanganan sepenuhnya kasus simulator oleh KPK akan segera memusnahkan kecurigaan publik. Komisi antikorupsi bisa membongkar tuntas kasus ini sehingga menjadi jelas petinggi polisi yang benar-benar menikmati uang haram dan yang sekadar menandatangani keputusan atau penetapan karena jabatannya.

Manuver polisi yang berlebihan selama ini justru akan merugikan korps ini karena masyarakat semakin pintar. Mereka akan cenderung membela KPK karena lembaga ini telah menunjukkan prestasi dalam memberantas korupsi. Opini publik bahkan dengan gampang bisa dipantau lewat media sosial. Bila mencermati betul pendapat masyarakat, kepolisian semestinya tidak mengambil langkah ngawur yang semakin mencoreng korpsnya.

Kalau Ada Korupsi Simulator, Kapolri Ikut Salah

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah menyatakan Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo bisa dimintai pertanggungjawaban dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi.

Direktur Kebijakan Pengadaan Umum LKPP, Setyo Budhi, mengatakan Timur sebagai pengguna anggaran harus mengetahui proses lelang tersebut. "Kalau ada kesalahan dalam proyek itu, Kepala Kepolisian harus bertanggung jawab," kata Setyo kepada Tempo Rabu 26 September 2012.

Setyo memastikan proses pengadaan barang dan jasa bisa menjerat pengguna anggaran. Ia mencontohkan, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dijadikan tersangka dalam kasus pengadaan alat kesehatan. Siti adalah pengguna anggaran di Kementerian Kesehatan kala proyek itu diadakan.

Menurut Setyo, pengguna anggaran di semua instansi pemerintah, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, memang harus menetapkan proyek yang nilainya di atas Rp 50 miliar. Tapi Kepala Kepolisian biasanya tak sendirian mengawasi dan menetapkan pemenang lelang. Biasanya, ada Inspektur Pengawasan Umum dan Deputi Logistik yang membantu.

Jika ada kejanggalan, ujar Setyo, Timur bisa menolak menandatangani keputusan pemenang. Setyo mencontohkan, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad pernah menolak menetapkan pemenang lelang karena panitia lelang melanggar prosedur. "Ketika Fadel digugat oleh calon pemenang, pengadilan memutuskan dia tak bersalah."

Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center, lembaga pegiat antikorupsi, Arif Nur Alam, meminta KPK menyelami kasus dan tak berhenti pada panitia lelang serta pejabat pembuat komitmen. Menurut Arif, KPK juga harus memastikan peran Timur Pradopo. "Kalau serius mengusut kasus ini, KPK harus mendalami hingga ke Kepala Kepolisian," kata Arif.

Sedangkan peneliti Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, menilai Timur pasti mengetahui proses pengadaan simulator itu.

Timur menyatakan siap diperiksa oleh KPK. "Saya bertanggung jawab (atas) apa yang saya lakukan. Saya siap diperiksa. Enggak ada masalah," kata Timur kepada Tempo, Rabu 26 September 2012.

Timur Perlu Paparkan Kasus Simulator SIM

Penasehat KPK Abdullah Hehamahua mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo dalam kasus korupsi simulator alat uji Surat Izin Mengemudi 2011.

Menurut Hehamahua, pemeriksaan dapat dilakukan bila data ada data pendukung terkait perkara itu. Selain itu, proses meminta keterangan Timur juga harus disesuaikan dengan perkembangan penyidikan. "Jadi semuanya tergantung kepada penyidiknya, apakah dibutuhkan atau tidak," ujarnya.

Pernyataan senada muncul dari koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko. Kata Danang, sudah seharusnya penyidik Komisi Antirasuah memeriksa Jenderal Timur Pradopo. Sebab sebagai pucuk pimpinan Polri, besar kemungkinan Kapolri tahu soal proyek ini. Apalagi nilai kerjaan itu di atas Rp 100 miliar.

"Peranan Kapolri di proyek simulator SIM bukan hanya membubuhkan tandatangan saja. Seharusnya ia juga mengikuti proses proyek ini dari awal lelang," kata Danang.

Dukungan KPK memeriksa Kapolri juga diucapkan pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar. Bahkan menurut dia, Jenderal Timur Pradopo bisa ikut bertanggungjawab dalam kasus korupsi proyek simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri. Alasan Bambang tidak beda dengan Danang, sebagai pimpinan tertinggi Polri, Timur sudah seharusnya tahu mengenai proyek simulator sejak awal. Dia pun memiliki kewenangan melekat untuk mengawasi kinerja bawahan.

"Kebijakan di kepolisian dalam satuan tertentu Kapolri pasti tahu karena program kerja. Jadi laporan proyek itu dikerjakan secara benar atau tidak, dia (Kapolri) harus tahu," kata Bambang.

Meski KPK belum beragenda bertanya ke Kapolri, ICW berharap Komisi Antirasuah tetap konsisten menyidik kasus ini, termasuk memanggil Timur untuk dimintai keterangan. "Di kasus korupsi lain, seperti korupsi di kementerian, menterinya saja dipanggil KPK, kan Kapolri posisinya sama," kata Danang. (IRIB Indonesia/Tempo)