Pernyataan Jenderal Polisi Timur Pradopo tentang kasus proyek
simulator mengemudi sebetulnya merupakan kemajuan. Kepala Kepolisian RI
ini bersedia diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena
dialah yang meneken penetapan pemenang tender proyek bermasalah itu.
Tapi ucapan Jenderal Timur hanya akan bermakna bila kepolisian juga rela
menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada komisi antikorupsi.
Khalayak telanjur mendapat kesan buruk mengenai perilaku kepolisian.
Korps ini dianggap pernah menghambat penyidik komisi antikorupsi yang
menggeledah kantor Korps Lalu Lintas demi menemukan bukti kasus korupsi
itu. Polisi kemudian juga menangani kasus yang sama sehingga menimbulkan
dualisme penyidikan. Padahal KPK sudah lebih dulu menetapkan tersangka
kasus suap proyek senilai Rp 142 miliar itu. Di antaranya adalah mantan
Kepala Korps Lalu Lintas Polri Djoko Susilo.
Sikap
nekat petinggi kepolisian berlanjut dengan menarik penyidik mereka dari
komisi antikorupsi. Manuver ini jelas membuat KPK terganggu. Bahkan,
jika penarikan penyidik itu terus-menerus dilakukan oleh kepolisian,
tahun depan komisi antikorupsi hanya akan memiliki segelintir penyidik.
Publik juga mencatat mangkirnya pejabat polisi yang beberapa kali
dipanggil oleh KPK untuk diperiksa.
Tak hanya
menyatakan kesiapannya dipanggil oleh KPK, Jenderal Timur semestinya
segera menghentikan serangkaian manuver itu. Kepolisian juga mesti
merelakan kasus ini ditangani secara penuh oleh komisi antikorupsi. Ini
akan memupus kecurigaan bahwa kepolisian berupaya menutup-nutupi
keterlibatan para jenderalnya.
Publik tentu kurang
percaya kepolisian mampu membongkar tuntas skandal itu. Apalagi Kepala
Polri jelas berperan dalam urusan proyek ini, setidaknya mengetahui
prosesnya karena ia merupakan pejabat pengguna anggaran. Ini terlihat
dalam surat bernomor Kep/193/IV/2011 tertanggal 8 April 2011 yang
diteken oleh Jenderal Timur. Isinya berupa penetapan PT Citra Mandiri
Metalindo Abadi sebagai pemenang lelang proyek simulator.
Sebagai pejabat pengguna anggaran, Kepala Polri memang belum tentu
terlibat dalam korupsi proyek tersebut, dan sejauh ini belum muncul pula
indikasi ke arah itu. Tapi, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, ia semestinya mengawasi
secara ketat sehingga tidak terjadi penyimpangan. Apalagi Jenderal Timur
pula yang menentukan pejabat yang menangani langsung lelang proyek itu.
Penanganan sepenuhnya kasus simulator oleh KPK akan segera memusnahkan
kecurigaan publik. Komisi antikorupsi bisa membongkar tuntas kasus ini
sehingga menjadi jelas petinggi polisi yang benar-benar menikmati uang
haram dan yang sekadar menandatangani keputusan atau penetapan karena
jabatannya.
Manuver polisi yang berlebihan selama ini
justru akan merugikan korps ini karena masyarakat semakin pintar. Mereka
akan cenderung membela KPK karena lembaga ini telah menunjukkan
prestasi dalam memberantas korupsi. Opini publik bahkan dengan gampang
bisa dipantau lewat media sosial. Bila mencermati betul pendapat
masyarakat, kepolisian semestinya tidak mengambil langkah ngawur yang
semakin mencoreng korpsnya.
Kalau Ada Korupsi Simulator, Kapolri Ikut Salah
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah menyatakan
Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo bisa dimintai
pertanggungjawaban dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian
surat izin mengemudi.
Direktur Kebijakan Pengadaan
Umum LKPP, Setyo Budhi, mengatakan Timur sebagai pengguna anggaran harus
mengetahui proses lelang tersebut. "Kalau ada kesalahan dalam proyek
itu, Kepala Kepolisian harus bertanggung jawab," kata Setyo kepada Tempo
Rabu 26 September 2012.
Setyo memastikan proses
pengadaan barang dan jasa bisa menjerat pengguna anggaran. Ia
mencontohkan, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dijadikan
tersangka dalam kasus pengadaan alat kesehatan. Siti adalah pengguna
anggaran di Kementerian Kesehatan kala proyek itu diadakan.
Menurut Setyo, pengguna anggaran di semua instansi pemerintah, sesuai
dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, memang harus menetapkan proyek yang nilainya di
atas Rp 50 miliar. Tapi Kepala Kepolisian biasanya tak sendirian
mengawasi dan menetapkan pemenang lelang. Biasanya, ada Inspektur
Pengawasan Umum dan Deputi Logistik yang membantu.
Jika ada kejanggalan, ujar Setyo, Timur bisa menolak menandatangani
keputusan pemenang. Setyo mencontohkan, mantan Menteri Kelautan dan
Perikanan Fadel Muhammad pernah menolak menetapkan pemenang lelang
karena panitia lelang melanggar prosedur. "Ketika Fadel digugat oleh
calon pemenang, pengadilan memutuskan dia tak bersalah."
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center, lembaga pegiat antikorupsi,
Arif Nur Alam, meminta KPK menyelami kasus dan tak berhenti pada
panitia lelang serta pejabat pembuat komitmen. Menurut Arif, KPK juga
harus memastikan peran Timur Pradopo. "Kalau serius mengusut kasus ini,
KPK harus mendalami hingga ke Kepala Kepolisian," kata Arif.
Sedangkan peneliti Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, menilai Timur pasti mengetahui proses pengadaan simulator itu.
Timur menyatakan siap diperiksa oleh KPK. "Saya bertanggung jawab
(atas) apa yang saya lakukan. Saya siap diperiksa. Enggak ada masalah,"
kata Timur kepada Tempo, Rabu 26 September 2012.
Timur Perlu Paparkan Kasus Simulator SIM
Penasehat KPK Abdullah Hehamahua mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi
memeriksa Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo dalam kasus
korupsi simulator alat uji Surat Izin Mengemudi 2011.
Menurut Hehamahua, pemeriksaan dapat dilakukan bila data ada data
pendukung terkait perkara itu. Selain itu, proses meminta keterangan
Timur juga harus disesuaikan dengan perkembangan penyidikan. "Jadi
semuanya tergantung kepada penyidiknya, apakah dibutuhkan atau tidak,"
ujarnya.
Pernyataan senada muncul dari koordinator
Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko. Kata Danang, sudah
seharusnya penyidik Komisi Antirasuah memeriksa Jenderal Timur Pradopo.
Sebab sebagai pucuk pimpinan Polri, besar kemungkinan Kapolri tahu soal
proyek ini. Apalagi nilai kerjaan itu di atas Rp 100 miliar.
"Peranan Kapolri di proyek simulator SIM bukan hanya membubuhkan
tandatangan saja. Seharusnya ia juga mengikuti proses proyek ini dari
awal lelang," kata Danang.
Dukungan KPK memeriksa
Kapolri juga diucapkan pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar. Bahkan
menurut dia, Jenderal Timur Pradopo bisa ikut bertanggungjawab dalam
kasus korupsi proyek simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri. Alasan
Bambang tidak beda dengan Danang, sebagai pimpinan tertinggi Polri,
Timur sudah seharusnya tahu mengenai proyek simulator sejak awal. Dia
pun memiliki kewenangan melekat untuk mengawasi kinerja bawahan.
"Kebijakan di kepolisian dalam satuan tertentu Kapolri pasti tahu
karena program kerja. Jadi laporan proyek itu dikerjakan secara benar
atau tidak, dia (Kapolri) harus tahu," kata Bambang.
Meski KPK belum beragenda bertanya ke Kapolri, ICW berharap Komisi
Antirasuah tetap konsisten menyidik kasus ini, termasuk memanggil Timur
untuk dimintai keterangan. "Di kasus korupsi lain, seperti korupsi di
kementerian, menterinya saja dipanggil KPK, kan Kapolri posisinya sama,"
kata Danang. (IRIB Indonesia/Tempo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar